
Rangga Cipta Nugraha, remaja 22 tahun itu memutuskan untuk berangkat ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Nahas, ia tidak pernah kembali.
Rangga tak pernah menyangka bahwa laga Persija Jakarta vs Persib Bandung di SUGBK menjadi pertandingan sepak bola terakhir yang ia saksikan. Dalam laga yang digelar Minggu (27/5/2012) tersebut, ia tewas setelah menjadi sasaran pengeroyokan sekelompok Jakmania.
Esoknya, ratusan Bobotoh menunjukkan rasa belasungkawa dengan datang ke rumah duka. Selain Bobotoh, hadir juga beberapa penggawa Persib, seperti Maman Abdurahman, Cecep Supriatna, Atep, dan Airlangga Sucipto.
Dukungan moral untuk Rangga tak hanya diwujudkan dalam bentuk doa. Viking—salah satu firm dalam Bobotoh—membuat sebuah tempat duduk khusus untuk Rangga di Tribune Timur Stadion Siliwangi, Bandung.
Kejadian meninggalnya Rangga membuat Jakmania dan Bobotoh diklaim bakal melakukan islah. Namun kenyataannya, tanda-tanda perdamaian dari kedua belah kubu tak terjadi. Baik Jakmania maupun Bobotoh masih membunyikan genderang perang.
Lima tahun setelah peristiwa tewasnya Rangga, rivalitas kedua kesebelasan kembali memakan korban. Kamis, 27 Juli 2017, Ricko Andrean mengembuskan napas terakhirnya setelah lima hari menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Santo Yusuf, Bandung. Ricko mangkat setelah menyelamatkan suporter Persija yang menjadi bulan-bulanan Bobotoh di Gelora Bandung Lautan Api. Keputusan Ricko saat itu justru membuatnya dianggap sebagai bagian dari Jakmania dan ia dihabisi hingga benar-benar tak berdaya. Mengerikan.
Top 10 most costly areas for ACA health insurance plans
Anyone buying health insurance inside a Colorado resort town may feel as if closing the laptop and schussing the slopes to ease frustration. These areas were just named the foremost expensive for medical coverage beneath the Affordable Care Act (ACA ).
Let Insurance. com assist you find affordable health insurance now.
Kaiser Health News — which says its findings are depending on recent data coming from the Kaiser Family Foundation, the federal HealthCare. gov website and state exchanges — gives Colorado’s Eagle, Garfield and Pitkin counties (including Aspen and Vail ski getaways ) the very best premiums, at $483 a month.
Rural regions of Georgia, Mississippi and Nevada aren‘t far behind, as is really a Connecticut suburb of New York City, all Alaska and the majority of Wyoming. The premiums are driven by lowest price ” silver ” plan, and that is mid-level coverage that almost all consumers are buying with the exchanges.
Here will be the 10 most costly areas, depending on monthly premiums, consistent with Kaiser Health News :
$483 — Colorado mountain resorts (Eagle, Garfield and Pitkin counties). Also, premiums in Colorado’s Summit County are $462.
$461 — Southwest Georgia (Baker, Calhoun, Clay, Crisp, Dougherty, Lee, Mitchell, Randolph, Schley, Sumter, Terrell and Worth counties).
$456 — Rural Nevada (Esmeralda, Eureka, Humboldt, Lander, Lincoln, Elko, Mineral, Pershing, White Pine and Churchill counties).
$445 — Western Wisconsin (Pierce, Polk and St. Croix counties).
$423 — Southern Georgia (Ben Hill, Berrien, Brooks, Clinch, Colquitt, Cook, Decatur, Early, Echols, Grady, Irwin, Lanier, Lowndes, Miller, Seminole, Thomas, Tift and Turner counties).
$405 — Most of Wyoming, but excluding Natrona and Laramie counties.
$399 — Southeast Mississippi (George, Harrison, Jackson and Stone counties). Also, the lowest price plan in Hancock County is $447.
$395 — All of Vermont.
$383 — Southwest Connecticut (Fairfield County).
$381 — All of Alaska.
The Kaiser report says the lofty premiums in Colorado could be blamed on high costs for medical care in those areas. In other pricey regions, insurers can inquire about more income because there‘s a limited quantity of hospitals and specialists open to patients.
” High individual insurance rates also reflect the extra costs that come when locals are likely to have poor health and where large numbers of individuals lack employer-sponsored insurance, leaving providers with increased charity cases and lower-reimbursed Medicare patients, ” based on the report.
Health insurance options beyond the health insurance exchanges
The ACA requires the uninsured have coverage from the March 31 deadline or face a penalty. The fine in 2014 is $95 or 1 percent in an individual’s taxable income, whichever is higher. The penalty climbs to $325 in 2015 and $695 by 2016.
Subsidies can be found to assist shoulder costs for people who qualify. Consumers are eligible for any tax credit in the event that they earn as much as 400 percent from the federal poverty level — that is $94, 200 for any family of four in 2013. The tax credits aren‘t available for health insurance purchased outside the exchanges.
You are able to shop for insurance with the government-run exchange with your state, but additional options :
• Can you get it at work?
Most employer-sponsored plans meet minimum standards set from the feds ; your boss should have notified you of the by Oct. 1. Bear in mind, though, that almost all employer-based plans have open enrollment in the autumn. Your workplace can provide you with the specific details, including deadlines.
• Does an employer’s plan cover spouses or dependents?
Most work-based health plans extend benefits to spouses, albeit they are not legally needed to. Again, check along with your employer.
Also, anyone under 26 can remain on the parent’s medical plan, even if they should already get access to health insurance elsewhere, do not live with these or are married.
• Do you qualify for a government health insurance plan?
The ACA says you are covered when you have Medicare or Medicaid ; your children are covered in the event that they receive benefits beneath the Children’s Health Insurance Program.
Medicare is typically eligible to anyone 65 or older, possess a disability or end-stage renal disease. Have the ear of a seven-month period (starting three months before your 65th birthday ) to join Medicare in the government’s Medicare. gov site. In case you do not check in then, you are able to enroll from Jan. 1 to March 31 of each and every year.
Medicaid eligibility, which is expanded beneath the ACA, is founded on income and family size. Can you qualify? You are able to fill out a credit card applicatoin at the state’s health insurance exchange to see. You may also find out if your children could be covered with the Children’s Health Insurance Program.
• Go directly to a health insurer
Some companies that provide medical coverage — – including United Healthcare, Humana, Aetna, Cigna and Coventry — are not participating at many of the exchanges. But, in fact, they are still selling health insurance.
You will get relevant information by checking out their websites, speaking with their representatives or dealing with an insurance agent. These companies may provide a bigger sort of plans compared to the exchanges, which offer more standardized coverage.
Rangga, Ricko, dan korban-korban yang lain tak pernah menduga bahwa rivalitas Persija dan Persib sedemikian ganasnya. Mereka sepertinya tak pernah mengira bahwasanya rivalitas kedua kesebelasan tak segan mengambil nyawa.
Korban dan deretan nama yang berjatuhan membuat rivalitas Persija dan Persib di luar lapangan mendapatkan bagian khusus. Adanya korban membuat rivalitas ini tidak lebih dari pertunjukan amoral antara dua basis suporter.
Padahal, melihat apa yang terjadi di atas lapangan, masalah ini tak pernah begitu pelik. Adanya kartu merah atau kuning dalam sebuah pertandingan masih bisa diwajarkan. Pun demikian dengan keputusan untuk melepaskan tekel keras atau adu mulut di tengah pertandingan. Banyaknya korban dari kedua kelompok suporter menghadirkan sebuah hipotesis: persaingan Persija dan Persib dibentuk (hanya dan untuk) Jakmania dan Bobotoh.
Hipotesis tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa Persija maupun Persib bukanlah rival tradisional. Melihat sejarah, Persija dan Persib tak punya sejarah perseteruan; Persija bermusuhan dengan Persebaya Surabaya, sementara Persib punya musuh bebuyutan bernama PSMS Medan.
Rivalitas Persija dan Persib yang dibentuk oleh persaingan Jakmania dan Bobotoh disepakati oleh beberapa pihak. kumparan (kumparan.com) lantas mencoba menggalinya dari berbagai narasumber, baik yang terlibat langsung maupun sebagai pemerhati dari persoalan tersebut.
Dari perbincangan tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa suporterlah (Jakmania dan Bobotoh) yang membuat laga kedua kesebelasan—dari yang awalnya adem-ayem—menjadi panas.
Riphan Pradipta dari Simamaung menjelaskan ihwal dari rivalitas yang melibatkan kedua suporter. Menurut Riphan, persaingan Persija dan Persib terbentuk karena melibatkan dua kutub basis suporter besar yang mendiami satu daerah yang sama.
“Rivalitas yang dibangun oleh Jakmania dan Bobotoh tahun demi tahun membuat pertandingan antara Persija dan Persib menjadi besar. Masalahnya, rivalitas ini tak semakin terkikis karena terus dipelihara dan diberi porsi besar oleh media,” ujarnya. Gerry Putra, jurnalis sekaligus pemerhati sejarah Persija, menjelaskan bahwa Persija dan Persib tak punya sejarah berseteru. Persija bahkan sempat memberikan tawaran Bobotoh untuk datang ke Jakarta.
“Persija sempat menang melawan Persib di Bandung pada 1986. Lalu, gantian Persib tandang ke Jakarta. Ketua Umum Persija di era itu, Todung Barita Lumbanraja, kemudian membuat spanduk yang berisi ajakan untuk Bobotoh datang ke Jakarta,” terang Gerry.
Eko Noer Kristiyanto, Bobotoh yang kini bermukim di Jakarta, sepakat dengan semua pendapat tersebut. Menurutnya, persoalan ini dimulai dari 1997 atau di momen awal Jakmania didirikan.
“Salah satu syarat untuk menjadi kesebelasan papan atas di Era Perserikatan adalah didukung suporter fanatik. Syarat itu membuat Persib, Persebaya, PSM Makassar, dan PSMS disebut kesebelasan papan atas Perserikatan," kata Eko.
Meski dikenal sebagai salah satu kesebelasan besar di Era Perserikatan, Persija nyatanya tak mendapat predikat karena mereka tak punya suporter fanatik. Beberapa penonton di Stadion Menteng saat itu banyak diisi oleh pendukung Persib, Persebaya, PSM, dan PSMS.
“Keprihatinan itu yang membuat Jakmania dibentuk pada 1997. Semakin lama, jumlah Jakmania kian besar. Jumlah Jakmania semakin bertambah banyak dengan prestasi Persija yang kian menanjak,” tambah Eko.
Menurut Eko, kondisi tersebut membuat Jakmania tak pernah tahu rasanya kehabisan tiket. “Tiap nonton di Lebak Bulus, Jakmania selalu dapat tiket. Nah, mereka kaget dengan situasi di Siliwangi yang kecil dan beberapa kali memaksa Bobotoh kehabisan tiket, terutama di 1999/00.”
“Akhirnya terjadi salah paham. Konflik mulai tidak sehat karena bahkan kerap terjadi di luar laga Persija melawan Persib. Masalah semakin besar dengan adanya keributan di Kuis Siapa Berani pada 2001,” kenang Eko.
Masalah ini kian berkembang setelah dipupuk tahun demi tahun. Pembicaraan soal islah yang melibatkan kedua kelompok suporter seakan tak menjawab masalah karena selalu ada saja pihak yang berusaha membalaskan dendam.
Semakin banyaknya korban dan besarnya api permusuhan membuat rivalitas keduanya tak lebih dari adu gengsi Jakmania dan Bobotoh. Kepentingan pertandingan antara Persija dan Persib perlahan bergeser dari papan skor ke jumlah korban tewas.
Kasus meninggalnya Rangga di SUGBK yang 'dibalas' dengan tewasnya Ricko di GBLA menunjukkan partai Persija vs Persib tak lebih dari konflik kepentingan. Ya, sebuah konflik kepentingan antara dua kelompok suporter, Jakmania dan Bobotoh.
Baca Sumber
Korban dan deretan nama yang berjatuhan membuat rivalitas Persija dan Persib di luar lapangan mendapatkan bagian khusus. Adanya korban membuat rivalitas ini tidak lebih dari pertunjukan amoral antara dua basis suporter.
Padahal, melihat apa yang terjadi di atas lapangan, masalah ini tak pernah begitu pelik. Adanya kartu merah atau kuning dalam sebuah pertandingan masih bisa diwajarkan. Pun demikian dengan keputusan untuk melepaskan tekel keras atau adu mulut di tengah pertandingan. Banyaknya korban dari kedua kelompok suporter menghadirkan sebuah hipotesis: persaingan Persija dan Persib dibentuk (hanya dan untuk) Jakmania dan Bobotoh.
Hipotesis tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa Persija maupun Persib bukanlah rival tradisional. Melihat sejarah, Persija dan Persib tak punya sejarah perseteruan; Persija bermusuhan dengan Persebaya Surabaya, sementara Persib punya musuh bebuyutan bernama PSMS Medan.
Rivalitas Persija dan Persib yang dibentuk oleh persaingan Jakmania dan Bobotoh disepakati oleh beberapa pihak. kumparan (kumparan.com) lantas mencoba menggalinya dari berbagai narasumber, baik yang terlibat langsung maupun sebagai pemerhati dari persoalan tersebut.
Dari perbincangan tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa suporterlah (Jakmania dan Bobotoh) yang membuat laga kedua kesebelasan—dari yang awalnya adem-ayem—menjadi panas.
Riphan Pradipta dari Simamaung menjelaskan ihwal dari rivalitas yang melibatkan kedua suporter. Menurut Riphan, persaingan Persija dan Persib terbentuk karena melibatkan dua kutub basis suporter besar yang mendiami satu daerah yang sama.
“Rivalitas yang dibangun oleh Jakmania dan Bobotoh tahun demi tahun membuat pertandingan antara Persija dan Persib menjadi besar. Masalahnya, rivalitas ini tak semakin terkikis karena terus dipelihara dan diberi porsi besar oleh media,” ujarnya. Gerry Putra, jurnalis sekaligus pemerhati sejarah Persija, menjelaskan bahwa Persija dan Persib tak punya sejarah berseteru. Persija bahkan sempat memberikan tawaran Bobotoh untuk datang ke Jakarta.
“Persija sempat menang melawan Persib di Bandung pada 1986. Lalu, gantian Persib tandang ke Jakarta. Ketua Umum Persija di era itu, Todung Barita Lumbanraja, kemudian membuat spanduk yang berisi ajakan untuk Bobotoh datang ke Jakarta,” terang Gerry.
Eko Noer Kristiyanto, Bobotoh yang kini bermukim di Jakarta, sepakat dengan semua pendapat tersebut. Menurutnya, persoalan ini dimulai dari 1997 atau di momen awal Jakmania didirikan.
“Salah satu syarat untuk menjadi kesebelasan papan atas di Era Perserikatan adalah didukung suporter fanatik. Syarat itu membuat Persib, Persebaya, PSM Makassar, dan PSMS disebut kesebelasan papan atas Perserikatan," kata Eko.
Meski dikenal sebagai salah satu kesebelasan besar di Era Perserikatan, Persija nyatanya tak mendapat predikat karena mereka tak punya suporter fanatik. Beberapa penonton di Stadion Menteng saat itu banyak diisi oleh pendukung Persib, Persebaya, PSM, dan PSMS.
“Keprihatinan itu yang membuat Jakmania dibentuk pada 1997. Semakin lama, jumlah Jakmania kian besar. Jumlah Jakmania semakin bertambah banyak dengan prestasi Persija yang kian menanjak,” tambah Eko.
Menurut Eko, kondisi tersebut membuat Jakmania tak pernah tahu rasanya kehabisan tiket. “Tiap nonton di Lebak Bulus, Jakmania selalu dapat tiket. Nah, mereka kaget dengan situasi di Siliwangi yang kecil dan beberapa kali memaksa Bobotoh kehabisan tiket, terutama di 1999/00.”
“Akhirnya terjadi salah paham. Konflik mulai tidak sehat karena bahkan kerap terjadi di luar laga Persija melawan Persib. Masalah semakin besar dengan adanya keributan di Kuis Siapa Berani pada 2001,” kenang Eko.
Masalah ini kian berkembang setelah dipupuk tahun demi tahun. Pembicaraan soal islah yang melibatkan kedua kelompok suporter seakan tak menjawab masalah karena selalu ada saja pihak yang berusaha membalaskan dendam.
Semakin banyaknya korban dan besarnya api permusuhan membuat rivalitas keduanya tak lebih dari adu gengsi Jakmania dan Bobotoh. Kepentingan pertandingan antara Persija dan Persib perlahan bergeser dari papan skor ke jumlah korban tewas.
Kasus meninggalnya Rangga di SUGBK yang 'dibalas' dengan tewasnya Ricko di GBLA menunjukkan partai Persija vs Persib tak lebih dari konflik kepentingan. Ya, sebuah konflik kepentingan antara dua kelompok suporter, Jakmania dan Bobotoh.
Baca Sumber
0 Response to "Mari Memahami Alur Rivalitas Jakmania dengan Bobotoh"
Posting Komentar